Senin, 04 Januari 2010

KERAGAAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEM DOMPU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peran serta petani dan keluarganya dalam melaksanakan kegiatan usahatani sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian, sehingga kegiatan usahatani dapat ditingkatkan selain untuk peningkatan produksi juga untuk peningkatan pendapatan dan kesejateraan petani (Balai Informasi Pertanian, 1991).
Dalam pembangunan pertanian, penyuluhan pertanian mempunyai fungsi yang sangat strategis, khususnya dalam pembangunan sumerdaya pelaku utama atau petani dan pelaku usaha agribisnis yang kualitas. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya. Sebagai kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi petani dan keluarganya serta pelaku usaha agribisnis (Departemen pertanian, 2007).
Pedoman penyelenggaraan penyuluh pertanian, sebagai acuan di dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian khususnya di Daerah Tingkat II sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian No.54 Tahun 1996 No.301/Kpts/LP.120/4/1996. Tentang kebijakan penyelenggaraan penyuluhan di indonesia adalah dimana penyelenggaraan penyuluhan pertanian secara nasional merupakan tanggungjawab menteri pertanian. Di tingkat propinsi daerah tingkat I merupakan tanggungjawan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Dalam pelaksanannya Gubernur dibantu Kepala Daerah Tingkat I lingkup pertanian sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Begitu juga di Tingkat Kabupaten atau Kotamadya di Daerah Tingkat II merupakan tanggungjawab Bupati atau Walikota dibantu oleh Kepala BIPP yang berkoordinasi dengan Kepala Dinas Daerah Tingkat II lingkup pertanian sesuai dengan tugas masing-masing. Sedangkan bimbingan teknis penyuluhan pertanian di daerah dilakukan oleh kakanwil untuk Dati I dan salah satu Kadinas DT II Lingkup Pertanian yang ditujukan oleh Bupati/Walikota ( Ekstensia,1996).
Di Kabupaten Dompu, kebijakan daerah menyebabkan terjadinya perubahan kelembagaan penyuluhan pertanian. Berdasarkan PERDA Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di tingkat Kabupaten yaitu Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) ditiadakan karena fungsi penyuluhan dilaksanakan oleh Kantor Ketahan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (KK3P), oleh sebab itu banyak fungsi penyuluhan tidak terlaksana atau tidak maksimal sehingga kurang efektif dari pelaksanaan penyuluhan dilapangan. Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat Kecamatan yaitu Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan sebagian diintegrasikan kepada Kantor Cabang Dinas (KCD) terkait. Perubahan kelembagaan tersebut berimplikasi terhadap perkembangan penyuluhan di lapangan, yang akan mempengaruhi penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Berbagai penelitian yang dilakukan Hadi (1991; 1995; 1997), Muktasam (1998), Suadnya (1998) dan Hilyana dan Hadi (1998) tentang kelembagaan petani di pulau Lombok menyimpulkan hal yang sama, bahwa kelompok petani yang ada belum mampu untuk menjadi kelompok yang eksis dan mandiri. Kebijakan pendekatan hamparan dalam pembinaan kelompok tani yang dilakukan selama ini tidak efektif. Hadi (1995; 1997) menemukan bahwa banyak petani yang tercatat sebagai anggota dan bahkan pengurus kelompok tani yang tidak mengetahui kalau dirinya adalah anggota dan atau pengurus kelompok tani. Hal ini disebabkan karena petani yang lahan sawahnya berada pada suatau hamparan otomatis didaftarkan sebagai anggota kelompok tani oleh petugas penyuluh lapangan (PPL).
Menyadari kurang optimalnya penyelenggaraan penyuluhan pertanian selama ini yang berdampak pada masyarakat luas, disamping itu diundangkan UU No.16 Tahun 2006 mewujudkan adanya revitalisasi penyuluhan pertanian dengan adanya pembenahan, penataan, dan pengaktifan kembali peranan penyuluhan pertanian, yang di arahkan kepada aspek (1) Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, (2) Ketenagaan Penyuluhan Pertanian, (3) Mekanisme Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian, (4) Fasilitas Pendukung (Sarana, Prasarana, dan Dana).
Bertitik tolak dari uraian diatas maka yang menjadi masalah adalah bagaimana keragaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu setelah diundangkan UU No.16 tahun 2006. Menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian tentang ”Keragaan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan SKB mendagri dan mentan No.54 Tahun 1996 No.301/Kpts/LP.120/4/1996 tentang pedoman penyelenggaraan penyuluh pertanian,dan dikeluarkannya undang-undang No.2 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Terjadi perubahan kebijakan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang menyangkut beberapa aspek yang meliputi : kelembagaan, ketenagaan, mekanisme kerja, fasilitas pendukung (sarana, prasarana dan dana) dari penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Dengan diundangkan UU No.16 tahun 2006 tentang revitalisasi penyuluhan pertanian menuntut adanya pembenahan, penataan, dan pengaktifan kembali peranan penyuluhan pertanian termasuk kelembagaan, ketenagaan, mekanisme dan fasilitas pendukung. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang ditunjukan untuk mengetahui keragaan penyuluhan setelah diundangkannya UU No.16.
Dengan adanya masalah-masalah tersebut, maka tentunya akan mempengaruhi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, sehingga yang ingin diteliti adalah: Bagaimana keragaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu? Bagaimana kontribusi unsur-unsur pendukung dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu?





1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui keragaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu.
2. Mengetahui kontribusi unsur-unsur pendukung dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang meliputi kelembagaan, ketenagaan, mekanisme kerja, dan fasilitas pendukung (saran,prasarana dan dana) dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai acuan bagi pemerintah khususnya dinas pertanian dalam menyelenggarankan penyuluhan pertanian.
2. Sebagai bahan informasi bagi penyuluh pertanian lapangan dalam perbaikan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
3. Sebagai acuan bagi mahasiswa penyuluhan pertanian yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori
2.1.1. Pengertian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah suatu system pendidikan luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani dipedesaan, dimana merkea belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bias menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluahan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dana sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan kepentingan baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal (Wiriaatmadja, 1986).
Penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan non formal untuk petani dan keluarganya agar mereka dapat berusaha tani lebih baik, berusaha tani lebih menguntungkan, hidup lebih sejahtera, dan mempu menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bersahabat (ekstensia, 1997)
Penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis terutama melalui pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial, dan politik sehingga meningkatkan produktifitas, pendapatan dan kesejahteraan mereka, sehingga kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi petani dan keluarganya, agar mereka dinamis dan berkemampuan untuk memperbaiki kehidupannya dengan kekuatan sendiri sehingga mampu mewujudkan masyarakat agribisnis yang sejahtera (Depaartemen Pertanian 2003).
Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efesiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (UU No.16 Tahun 2006).


2.1.2. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Kelembagaan penyuluhan pertanian adalah lembaga pemerintah, petani, dan masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan pertanian. (Naskah Akademik, 2005).
Kelembagaan penyuluhan pemerintah yang dimaksud adalah pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan, pada tingkat provinsi berbentuk badan koordinasi penyuluhan, pada tingkat kabupaten atau kota berbentuk badan pelaksanaan penyuluhan dan pada tingkat kecematan berbentuk badan balai penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan swasta yang dimaksud yaitu dibentuk oleh pelaku usaha dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama serta pembangunan pertanian. Kelembagaan penyuluhan swadaya yaitu dibentuk atas dasar kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha, sedangkan kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa atau kelurahan berbentuk pos penyuluhan desan atau kelurahan yang bersifat nonstruktural (UU No.16 Tahun 2006).
Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten atau Kota, Kecematan dan petani merupakan tanggung jawab bersama dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Kelembagaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di pusat adalah Badan pengembangan sumberdaya manusia atau departemen pertanian yang bertugas menyiapkan bahan untuk perumusan penyuluhan pertanian. Kelembagaan penyuluhan di Provinsi adalah Balai Diklat Pertanian yang berfungsi menyiapkan bahan untuk kebijakan dan program penyuluhan serta yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia serta teknis fungsional keterampilan. Kelembagaan penyuluhan di kabupaten adalah unit kerja pengelola dan penyelenggaraan penyuluhan baik yang berstatus Badan/Kantor/Balai/UPTD penyuluhan. Penyelenggara Penyuluhan di Kecematan adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) atau lembaga yang lainnya yang mempunyai tugas dan fungsi yang sama (Departemen pertanian, 2002).
Kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan terencana dan berkelanjutan yang harus diorganisasikan dengan baik. Pengorganisasian penyuluhan pertanian dilakukan dengan tujuan mengefisienkan pelaksanaan kewenangan, tugas dan fungsi, manajemen dan pengelolaan sumberdaya. Organisasi atau kelembagaan penyuluhan pertanian terdiri dari kelembagaan penyuluhan pertanian Pemerintah, petani dan swasta.
Sampai dengan sekarang, kelembagaan yang khusus menangani penyuluhan pertanian di Provinsi belum ada, tetapi fungsi penyuluhan pertanian di beberapa Provinsi dilaksanakan oleh Dinas atau Badan lingkup pertanian. Namun demikian penanganannya dilakukan secara parsial dan tidak terkoordinasi, karena mandat untuk menyelenggarakan penyuluhan pertanian tidak diatur dengan tegas oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sekarang ini 375 dari 435 Kabupaten/Kota (86 %) mempunyai kelembagaan penyuluhan pertanian dalam bentuk Badan/Kantor/Balai/Sub Dinas/Seksi/ UPTD/Kelompok Penyuluh Pertanian. Sedangkan 61 Kabupaten/Kota (14 %) bentuk kelembagaannya tidak jelas. Sementara itu di Kecamatan, kelembagaan penyuluhan pertanian yang terdepan yaitu Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), pada saat ini dari 5.187 Kecamatan baru terbentuk 3.557 unit (69 %) (Naskah Akademik, 2005).

2.1.3. Ketenagaan Penyuluhan Pertanian
Penyuluh Pertanian adalah perorangan yang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. Dilihat dari jabatan fungsionalnya, maka ada beberapa definisi dari tenaga penyuluh pertanian di antaranya : (1). Penyuluh Pertanian Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, (2). Penyuluh Pertanian Swakarsa adalah petani yang berhasil dalam usahataninya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh pertanian, dan (3). Penyuluh Pertanian Swasta adalah perorangan yang berasal dari dunia usaha bidang pertanian dan masyarakat lainnya yang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian (Departemen pertanian, 2006)
Dalam (Naskah Akademik, 2005) kondisi tenaga penyuluh pertanian pada saat ini adalah sebagai berikut:
1. Penyebaran dan kompetensi tenaga penyuluh pertanian masih bias kepada sub sektor pangan, khususnya padi. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya pelayanan penyuluhan pertanian kepada petani yang mengusahakan komoditas non pangan.
2. Banyak alih tugas penyuluh pertanian ke jabatan lain yang tidak sesuai dengan kompetensi penyuluh pertanian. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya tenaga penyuluh pertanian di Kabupaten/Kota tersebut yang mengakibatkan tidak sebandingnya jumlah tenaga penyuluh pertanian dengan jumlah petani/ kelompok tani yang harus dilayani. Kondisi ini juga menyebabkan banyak penyuluh pertanian yang frustasi karena ditempatkan pada jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya.
3. Pada beberapa Kabupaten/Kota, pengukuhan kembali penyuluh pertanian sebagai pejabat fungsional belum dilakukan sehingga penyuluh pertanian tidak diakui eksistensinya dan tunjangan fungsionalnya banyak yang tidak dibayarkan atau dibayarkan tidak sebesar seperti seharusnya. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya motivasi penyuluh pertanian untuk bekerja lebih baik.
4. Kenaikan pangkat sering terlambat dan pola karir tidak jelas sehingga kondisi ini juga mengurangi motivasi dan kinerja para penyuluh pertanian untuk bekerja lebih baik dan seringkali menyebabkan frustasi.
5. Rekruitmen dan pembinaan karier penyuluh pertanian belum sepenuhnya berpedoman pada SK MenkowasbangPAN No.19/1999 dan ketentuan usia pensiun bagi penyuluh pertanian belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.
6. Peningkatan kompetensi penyuluh pertanian, terutama melalui Diklat, sudah jarang dilakukan. Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan dan kinerja penyuluh pertanian dalam menjalankan tugasnya dan menurunnya kredibilitas mereka di mata petani.
7. Penyetaraan penyuluh pertanian dari pendidikan SLTA ke DIII belum terselesaikan. Kondisi ini menyebabkan mereka dapat diberhentikan sebagai pejabat fungsional.
8. Usia penyuluh pertanian sebagian besar di atas 50 tahun. Kondisi ini menyebabkan 10 tahun yang akan datang jumlah penyuluh pertanian menjadi sangat berkurang karena memasuki usia pensiun.
9. Penyuluh Pertanian Swakarsa dan Swasta belum berkembang dengan baik, karena pembinaannya belum terprogram dan belum didukung oleh peraturan perundang-undangan. Kondisi ini menyebabkan belum optimalnya peranserta petani dan swasta dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
10. Biaya operasional untuk penyuluh pertanian yang disediakan oleh Kabupaten/Kota tidak memadai. Hal ini menyebabkan frekuensi dan intensitas kunjungan penyuluh pertanian ke petani sangat kurang.

2.1.4. Mekanisme Kerja Penyuluhan Pertanian
2.1.4.1. Sistem Kerja Penyuluh Pertanian
Sistem kerja penyuluh pertanian adalah suatu pola atau suatu rangkaian kegiatan pertanian yang berupa berbagai metode penyuluh guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardikanto, 1993).
Salah satu sistem kerja yang masih dilakukan sekarang adalah sistem kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU) penyuluhan pertanian dengan sistem LAKU dimaksudkan sebagai sistem kerja penyuluhan pertanian atas dasar pendekatan kelompok yang dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan. Kegiatannya terdiri dari latihan PPL di BPP dan kunjungan PPL ke kelompok tani yang tergabung dalam usaha tani harapan lahan garapan (Kartasapoetra, 1998).
Sistem kerja LAKU (Latihan dan kunjungan) diterapkan pada penyuluhan pertanian di Indonesia adalah manejeman penyuluhan yang mengorganisasikan dan menggerakkan perangkat-perangkat penyuluhan serta pranata sosial yang ada dan berhubungan dengan pembangunan pertanian. Sistem kerja ini mengatur mekanisme penyampaian/alih teknologi dari sumbernya sampai diterapkan para petani (Vademekum, 1986).
Sistim kerja LAKU mempunyai organisasi hierarkhis penyuluhan pertanian yang jelas, dimana seorang PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) akan mengunjungi 16 Wikel (wilayah kelompok) secara teratur dan berkesinambungan dengan jadwal kunjungan dua minggu sekali. Dengan melakukan kunjungan ini seorang PPL diharapkan dapat melayani 20orang kontak tani dan petani maju. Selanjutnya setiap kontak tani dan petani maju dari setiap Wikel tersebut akan menyampaikan informasi yang diterimanya dari PPL kepada masing-masing 5 orang petani melalui kelompok domisili. Sehingga secara keseluruhan seorang PPL akan dapat melayani 1.600 keluarga tani.
Selanjutnya PPL di WKBPP (Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian) sebanyak 10 – 20 orang akan di supervisi oleh seorang PPM (Penyuluh Pertanian Madya) Supervisor. Di samping tu di setiap BPP akan ada seorang PPM Programer yang tugasnya menyusun programa Penyuluhan Pertanian WKBPP dan melaksanakan pelatihan PPL di BPP dua minggu sekali.
Di setiap propinsi ada PPS (Penyuluh Pertanian Spesialis) yang akan menjadi manajer penyuluhan pertanian untuk wilayah propinsi. Dan di setiap Karesidenan ada seorang PPS yang menjadi manajer penyuluhan pertanian untuk wilayah karesidenan. Ia bertanggungjawab kepada PPS Provinsi.
Di setiap kabupaten ada beberapa orang PPS sesuai dengan spesialisasi yang dominan di kabupaten tersebut, dan bertugas membantu memecahkan masalah petani yang tidak dapat dipecahkan oleh PPL. PPS kabupaten juga bertugas untuk melatih PPL dalam latihan dua minggu sekali di BPP sesuai dengan bidang keahliannya (Permalink, 2007).


2.1.4.2. Rencana Program Penyuluh Pertanian
Perencanaan program sebagai suatu prosedur kerja bersama-sama masyarakat dalam upaya untuk merumuskan masalah (keadaan-keadaan yang belum memuaskan) dan upaya pemecahan yang mungkin dapat dilakukan demi tercapainya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan perencanaan program ini (Mardikanto, 1993) mengungkapkan bahwa perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program-program. Perencanaan program merupakan suatu proses yang berkelanjutan, melalui semua warga masyarakat, penyuluh dan para ilmuwan memusatkan pengetahuan dan keputusan-keputusan dalam upaya mencapai pembangunan yang mantap. Di dalam perencanaan program, sedikitnya terdapat tiga pertimbangan yang menyangkut: hal-hal, waktu, dan cara kegiatan-kegiatan yang direncanakan itu dilaksanakan.
Sehubungan dengan pengertian perencanaan program ini, Lawrence (Mardikanto,1993) menyatakan bahwa perencanaan program penyuluhan menyangkut perumusan tentang: (a) proses perancangan program, (b) penulisan perencanaan program, (c) rencana kegiatan, (d) rencana pelaksanaan program (kegiatan), dan (e) rencana evaluasi hasil pelaksanaan program tersebut. Dari beberapa definisi dan pengertian tentang perencanaan program (penyuluhan) tersebut, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perencanaan program merupakan proses berkesinambungan tentang pengambilan keputusan menyangkut situasi, pentingnya masalah, atau kebutuhan, perumusan tujuan, dan upaya pemecahan yang mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Yustina (2003) Keputusan yang diambil pada perencanaan program harus mengandung pengetahuan yang tepat di masa yang akan datang. Hal inilah yang membedakan perencanaan dengan peramalan. Perencanaan harus dapat mengukur hasil-hasil yang dicapai berdasarkan pengetahuan yang tepat tentang kondisi masyarakat. Oleh karenanya beberapa pokok pikiran yang perlu diperhatikan dalam perencanaan program penyuluhan:
1. Merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Rangkaian pengambilan keputusan dalam perencanaan program tidak pernah berhenti sampai tercapainya tujuan kebutuhan, keinginan, minat) yang dikehendaki.
2. Proses pengambilan keputusan tersebut berdasarkan fakta dan sumber daya yang ada.
3. Dirumuskan secara bersama oleh penyuluh dengan masyarakat sasarannya, dengan didukung oleh para spesialis, praktisi dan penentu kebijaksanaan.
4. Meliputi perumusan tentang: keadaan, masalah, tujuan, dan cara pencapaian tujuan, yang dinyatakan secara tertulis.
5. Harus mencerminkan perubahan ke arah kemajuan.










2.1.4.3. Programa Penyuluh Pertanian
Programa Penyuluhan Pertanian adalah perencanaan tertulis yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuan penyuluhan pertanian (Naskah Akademik 2005).
Programa penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelensggaraan penyuluhan. Programa penyulhan terdiri atas programa penyuluhan desa/kelurahan atau unit kerja lapangan, programa penyuluhan kecemastan, programa penyuluhan kabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi, dan programa penyuluhan nasional dan disusun dengan memperhatsikan keterspaduan dan kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan, disahkan oleh kepala balai penyuluahan, kepalas badan pelaksana penyuluhan kabupaten/kota, ketua badan koordinasis penyuluhan provinsi, atau kepala badan penyuluhan sesuai dengan tingkat administrasi pemerintahan.
Programa penyuluhan desa/kelurahan diketahui oleh kepala desas/kelurahan. Programa penyuluhan disusun setiap tahun yang memuat rencana penyuluhan tahun berikutnya dengan memperhatikan siklus anggaran masing-masing tingkatan mencakup pengorganisasian dann pengelolaan sumber daya sebagais dasar pelaksanaan penyuluhan, dan harus terukur,realistis, bermanfaat, dan dapat dilaksanakan serta dilakukan secara partisipatif, terpadu, transparan, demokratis, dan bertanggung gugat (UU No.16 Tahun 2006).




2.1.4.4. Metode Penyuluh Pertanian
Metode penyuluhan pertanian yang digunakan dipilih berdasarkan sasaran, tujuan, materi, waktu, sarana dan biaya yang tersedia (Deptan, 2007).
Penyuluh pertanian mempunyai tugas untuk menyampiakan inovasi dan informasi baru kepada petani sehingga dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani melaui cara praktek (demonstrasi) maupun secara teori serta dapat menjembatani petani dengan lembaga penelitian dan pemerintah (Suhardiyono, 1986).
Metode penyuluhan pertanian adalah cara yang sudah direncanakan sebelumnya untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Secara umum metode penyuluhan pertanian digolongkan menjadi tiga katagori yaitu (Departemen Pertanian, 1999):
1. Metode perorangan, dapat melalui: Demonstrasi perorangan, wawancara perorangan, mengajarkan keterampilan, surat pribadi, anjangsana dan kontak informal.
2. Metode kelompok, dapat melalui: diskusi kelompok, studi kasus, demonstrasi kelompok, demonstrasi, pertemuan kelompok, sosiodrama atau psikodrama, hari belajar dan kursus/seminar.
3. Metode massa, dapat melalui: poster, bagan (chart), radio, televisi, slideatau film, pekan raya pertanian, folder, leaflet pamflet, surat kabar dan pameran.






2.1.4.5. Materi Penyuluh Pertanian
Materi Penyuluhan Pertanian adalah bahan penyuluhan pertanian yang akan disampaikan oleh para penyuluh pertanian kepada petani beserta keluarganya dan pelaku usaha pertanian lainnya dalam bentuk informasi yang meliputi teknologi, rekayasa sosial, ekonomi, dan hukum (Naskah Akademik, 2005).
Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya pertanian, yang berisi unsur pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.
Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepadas pelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumbers dari pengetahuan tradisional. Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi segera setelah proses pengujian dan administrasi selesai, teknologi yang dimaksud diatas ditetapkan oleh menteri. Ketentuan mengenai pemberian rekomendasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No.16, 2006)








2.1.5. Fasilitas Pendukung Penyuluhan Pertanian (sarana Prasarana dan pendanaan)
2.1.5.1. Sarana dan prasarana
Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan pertanian dan pelaksanaan tugas penyuluhan pertanian diperlukan adanya sarana dan prasana yang memadai, dimana pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta pelaksana penyuluh pertanian lainnya, wajib menyediakan sarana dan prasarana penyuluhan pertanian, agar penyuluh pertanian dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien.
Sarana penyuluhan pertanian yang dimaksud yaitu alat-alat bantu, sedangkan prasarana penyuluhan pertanian yaitu fasilitas untuk mendukung pelaksanaan penyuluhan pertanian yang meliputi bangunan dan lahan percontohan. Untuk memperoleh fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan pembiayaan (pendanaan) yang harus tersedia yang merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dan masyarakat (Naskah Akademik, 2005)

2.1.5.2. Pendanaan
a. Pembiayaan penyuluhan pertanian menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Provinsi, Kabupaten/Kota dan masyarakat.
b. Sumber pembiayaan penyuluhan pertanian berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, swasta dan masyarakat yang ditentukan secara proporsional berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan keberlanjutan.
c. Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota wajib menyediakan biaya penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan perencanaan penyuluhan pertanian masing-masing.
d. Pembiayaan penyuluhan pertanian yang diselenggarakan oleh petani dan pelaku usaha pertanian lain dan/atau warga masyarakat lainnya, wajib disediakan oleh masing-masing disesuaikan dengan perencanaan yang terintegrasi (UU No.16 2006).

2.2. Kerangka Pendekatan Masalah
Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu pendorong atau perangsang bagi petani untuk menerima inovasi yang dianjurkan. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat dilaksanakan oleh pelaku utama dan atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan program pada tiap-tiap tingkat administrasi pemerintahan.
Aspek-aspek yang mempengaruhi kinerja penyelenggaraan penyuluhan pertanian yaitu :
1. Kelembagaan penyuluhan yaitu wadah organisasi kegiatan penyuluhan yang mengatur tugas, kedudukan, wewenang dan tata hubungan kerja penyuluhan.
2. Ketenagaan penyuluhan yaitu pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan wewenang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian pada masyarakat sasaran.
3. Mekanisme kerja penyuluhan yaitu sistem kerja penyuluh pertanian mulai perencanaan, pelaksanaan samapai monitoring/evaluasi penyuluhan pertanian.
4. Metode penyuluhan yaitu cara yang digunakan oleh penyuluh pertanian dalam menyampaikan materi penyuluan.
5. Materi penyuluhan yaitu bahan yang berupa informasi, teknologi yang disampaikan oleh penyuluh pada masyarakat sasaran.
6. Fasilitas pendukung penyuluhan yaitu alat untuk membantu pelaksanaan penyuluhan yang berupa :
a. Sarana dan prasarana penyuluhan yaitu alat yang berupa media, transportasi yang membantu pelaksanaan penyuluhan.
b. Pendanaan penyuluhan yaitu semua jenis pembiayaan yang dikehendaki untuk pelaksanaan penyuluhan.
Dari keenam unsur yang disebutkan dalam konteks penyelenggaraan penyuluhan akan difokuskan pada 4 komponen yaitu kelembagan, ketenagaan, mekanisme kerja dan fasilitas pendukung, sedangkan metode, materi penyuluhan secara in flisit akan dibahas pada ketenagaan dan mekanisme kerja.
Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian disusun berdasarkan keadaan dan permasalahan masyarakat sasaran dan mampu memberikan dasar dan arah terwujudnya program penyuluhan agar penyelenggaraan penyuluhan pertanian terlaksana dengan efektif dan efisien.
Tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yaitu sampai dengan diterapkan suatu inovasi oleh masyarakat sasaran (petani) dan hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani dan keluarganya.
Berdasarkai uaraian tersebut diatas, secara singkat dapat dilihat pada bagan kerangka pendekatan masalah berikut :





















Gambar 1. Kerangka Pendekatan Masalah



2.3. Definisi Operasional
1. Keragaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wujud penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang ditunjukkan oleh keberadaan kelembagaan, ketenagaan, mekanisme (materi dan metode), sarana dan prasarana, dan pendanaan penyuluhan pertanian.
2. Penyelenggaraan penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kegiatan penyuluhan di wilayah kerja penyuluhan pertanian.
3. Penyuluhan pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh penyuluh pertanian guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dan keluarganya.
4. Kelembagaan penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wadah yang mengkoordinir pelaksanaan kegiatan penyuluhan, yaitu kelembagaan yang berada di tingkat kabupaten (Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian), kecematan (BPP) yang mengatur tata hubungan kerja penyuluh, tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
5. Struktur kelembagaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah susunan atau perjenjangan dalam lembaga yang membedakan jabatan sesorang yang berada di lembaga tersebut sehingga jelas peran, tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan.
6. Fungsi kelembagaan yang di maksud dalam penelitian ini adalah lebih mengarah ke tugas dan wewenang serta kegiatan yang dilakukan lembaga tersebut.
7. Tugas kelembagaan yang dimaksud adalah penilaian penyuluh terhadap pembagian tugas masing-masing komponen lembaga penyuluhan pertanian untuk memperoleh hasil.
8. Keberadaan kelembagaan yang di maksud dalam penelitian ini adalah terdapat lembaga khusus yang menangani penyuluhan pertanian di kabupaten Dompu.
9. Ketenagaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyuluhan pertanian pegewai negeri sipil yang berada di Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Dompu.
10. Metode penyuluhan yang dimaksud dalam penelitan ini adalah cara pendekatan yang digunakan oleh penyuluh pertanian dalam menyampaikan materi penyuluhan, baik dengan cara pendekatan perorangan kelompok dan massa.
11. Materi penyuluhan yang di maksud dalam penelitian ini adalah bahan yang berupa informasi, teknologi yang disampaikan oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasaran dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
12. Sarana dan prasarana penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat yang berupa media penyuluhan, transportasi, gedung, lahan percontohan yang tersedia dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian.
13. Pendanaan penyuluhan yang di maksud dalam penelitian ini adalah dana atau biaya opersional yang tersedia dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian.


BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data dari sejumlah kelompok atau individu dalam waktu yang bersamaan menggunakan daftar pertanyaan (Singarimbun dan Effendi, 1987).

3.2. Unit Analisis
Objek dari penelitian ini adalah individu/petani, penyuluh, dan pegawai atau kepala kantor dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu.

3.3. Penentuan Sampel
3.3.1. Teknik Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dompu yang memiliki 8 (delapan) Balai Penyuluhan Pertanian, dengan jumlah penyuluh sebanyak 85 (delapan puluh lima) orang yang tersebar di 8 (delapan) BPP dan kelompok fungsional di kabupaten.

Dalam penelitian ini diambil tiga wilayah, bagian barat memiliki BPP Menggelewa, BPP Kempo, BPP Kilo, dan BPP Pekat. Bagian tengah memiliki BPP Woja, dan BPP Dompu. Bagian timur memiliki BPP Pajo, dan BPP Hu’u. Dari masing-masing BPP dipilih secara pusposive sampling atas pertimbangan keefektifan dan keefisienan dalam mengakses informasi dimana ke tiga BPP yang terpilih mewakili jarak yang tidak jauh dari ibu kota kabupaten. Tiga BPP yang terpilih adalah BPP Manggelewa mewakili bagian barat, BPP Dompu mewakili bagian tengah, dan BPP Pajo mewakili bagian timur.

3.3.2. Penentuan Responden
Penentuan jumlah responden dilakukan secara Pusposive Sampling atas pertimbangan keterwakilan dari tingkat Kabupaten, BPP sampai dengan Kelompok Tani. Untuk tingkat Kabupaten dipilih dua responden yaitu Kepala Dinas Pertanian dan Kepala Kantor Ketahan pangan dan Penyuluhan Pertanian, dari masing-masing BPP dipilih dua responden yaitu koordinator dan penyuluh, sedangkan di kelompok tani ditentukan lima petani responden yang dipilih secara Quato Sampling yang terdiri dari dua pengurus dan tiga anggota. Kelompok tani sampel untuk masing-masing BPP ditentukan dua kelompok tani yaitu secara random sampling, sehingga jumlah responden untuk tingkat Kabupaten dua responden, enam responden untuk tingkat BPP dan tiga puluh responden ditingkat Kelompok tani. Dengan demikian jumlah responden secara keseluruhan sebanyak tiga puluh delapan responden sampel.


















Gambar 2 : Bagan Penentuan Responde







3.4. Jenis dan Sumber Data
3.4.1. Data Primer
Data primer Merupakan data yang diperoleh dari responden melelui wawancara langsung dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (quisioner).
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dinas/instansi/lembaga lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini, yaitu Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Dompu, sedangkan periode waktu data yang dikumpulkan yaitu pada periode tahun 2006/2007.

3.5. Variabel dan Cara Pengukuran
Variabel penelitian yang akan diteliti untuk melihat keragaan Penyelenggaraan penyuluhan pertanian di kabupaten dompu yaitu :
1. Kelembagaan Penyuluhan
Untuk mengetahui kelembagaan penyuluhan pertanian yang diukur meliputi :
a. Keberadaan kelembagaan penyuluhan pertanian
b. Struktur lembaga penyuluhan pertanian
c. Tugas lembaga penyuluhan pertanian
d. Fungsi lembaga penyuluhan pertanian
2. Ketenagaan Penyuluhan Pertanian
Untuk mengetahui ketenagaan penyuluhan pertanian yang diukur meliputi:


a. Kuantitas Penyuluhan Pertanian
 Jumlah penyuluh di Kabupaten Dompu
b. Kualitas Penyuluhan Pertanian
 Jabatan penyuluh
 Pendidikan Formal penyuluh (1 – 3)
 Pendidikan non formal
 Lama bekerja sebagai penyuluh
3. Mekanisme Kerja Penyuluhan Pertanian
Untuk mengetahui mekanisme kerja penyuluhan pertanian yang diukur meliputi :
a. Perencanaan Penyuluhan pertanian
1. Identifikasi wilayah kebutuhan
 Identifikasi kebutuhan petani (1 – 3)
 Pihak koordinasi (1 – 3)
2. Penyusunan program penyuluhan
 Melakukan penyusunan program (1 – 3)
 Pihak koordinasi (1 – 3)
 Keterlibatan petani (1 – 3)
3. Penyusunan rencana kerja
 Rencana kerja (1 – 3)
 Pihak koordinasi (1 – 3)
 Keterlibatan petani (1 – 3)

b. Pelaksanaan Penyuluhan pertanian
1. Jadwal kegiatan
 Pembuatan jadwal kegiatan (1 – 3)
 Keterlibatan petani (1 – 3)
2. Metode penyuluhan
 Pihak koordinasi (1 – 3)
 Metode yang digunakan (1 – 3)
 Kesesuaian metode (1 – 3)
3. Materi penyuluhan
 Pihak koordinasi (1 – 3)
 Kesesuaian materi (1 – 3)
c. Evaluasi/pelaporan penyuluhan pertanian
1. Evaluasi kegiatan penyuluhan (1 – 3)
2. Pelaporan kegiatan penyuluhan
 Pelaporan evaluasi kegiatan (1 – 3)
 Laporan tahunan (1 – 3)
 Laporan bulanan (1 – 3)
4. Fasilitas Pendukung Penyuluhan Pertanian
untuk mengetahui fasilitas pendukung penyuluhan pertanian yang diukur meliputi :
a. Sarana penyuluhan pertanian
1. Transportasi
 Ketersediaan alat transportasi (1 – 3)
 Alat transportasi disertai biaya operasional (1 – 3)
 Kesesuaian jarak lokasi (1 – 3)
2. Media
 Ketersediaan media (1 – 3)
 Kesesuaian media (1 – 3)
b. Prasarana penyuluhan pertanian
1. Gedung
 Ketersediaan gedung (1 – 3)
 Sarana penunjang (1 – 3)
 Pemanfaatan perpustakaan (1 – 3)
2. Tempat berembug (rumah pertemuan)
 Ketersediaan tempat pertemuan (1 – 3)
 Pemanfaatan tempat pertemuan (1 – 3)
 Jarak lokasi dengan tempat pertemuan (1 – 3)
3. Lahan percontohan
 Ketersediaan lahan percontohan (1 – 3)
 Kegiatan percontohan (1 – 3)
 Jenis percontohan (1 – 3)
 Penerapan hasil percontohan (1 – 3)
c. Pendanaan penyuluhan pertanian
1. Dana operasional (anggaran) penyuluh
 Ketersediaan dana operasional (1 – 3)
 Kecukupan dana opersional (1 – 3)
2. Biaya operasional penyuluhan (BOP)
 Penerimaan biaya operasional (1 – 3)
 Kecukupan biaya operasional (1 – 3)

4. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian dengan cara wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada para responden dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah dibuat.

5. Analisis Data
Untuk mengetahui keragaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian digunakan analisis deskriptif yaitu suatu analisis yang dilakukan dengan cara pengumpulan data, menyusun, menganalisis, menginterpretasikan dan menarik kesimpulan (Surakhman, 1990).

Analisis data selanjutnya dilakukan dengan menghitung skor setiap kategori. Adapun penentuan interval skor menggunakan rumus :

Interval Skor = (ΣSkor Maks) – (ΣSkor Manim)
Jumlah Katagori

= 117 – 39
3

= 26


Berdasarkan hal tersebut maka keragaan penyelengaraan penyuluhan pertanian diklasifikasikan dengan kategori berdasarkan pencapaian skor sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi kategori berdasarkan pencapaian skor
No. Kategori Skor
1.
2.
3. Baik
Cukup Baik
Kurang Baik 91 – 117
65 – 90
39 – 64















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Dompu merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis Kabupaten Dompu terletak pada posisi 117, 42° - 118,30° Bujur Timur dan 8, 06° - 9, 05° Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah utara : Laut Flores dan Kabupaten Bima
• Sebelah selatan : Samudera Indonesia
• Sebelah barat : Kabupaten Bima
• Sebelah timur : Kabupaten Sumbawa

4.1.2. Iklim dan Curah Hujan
Daerah Kebupaten Dompu beriklim tropis, dipengaruhi oleh 2 musim yauitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan musim 2007 yang terjadi di Kabupaten Dompu merata untuk semua kecamatan namun menurun dibandingkan tahun lalu, dimana Kecamatan Pekat memilki curah hujan tertinggi dengan rata-rata 144 mm per bulan.



4.1.3. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Luas kabupaten Dompu adalah 2.324,55 km² dengan ketinggian berkisar antara 15 – 62 meter dari permukaan laut. Secara administrative Kabupaten Dompu dibagi menjadi delapan Kecamatan yaitu Hu’u, Pajo, Dompu, Woja, Kempo, Kilo, Manggelewa, dan Pekat.
Kecamatan yang menjadi sample penelitian adalah Kecamatan Dompu, Kecamatan Pajo, dan Kecamatan Manggelewa. Sedangkan rincian luas dan jumlah desa dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 2. Jumlah Desa, Luas Wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di tiap Kecamatan di Kabupaten Dompu Tahun 2008

No Kecamatan Jumlah desa Jumlah penduduk Kepadatan penduduk Luas
(km²)
1 Hu’u 5 15.766 85 186,50
2 Pajo* 5 12.442 92 135,32
3 Dompu* 14 47.146 211 223,27
4 Woja 12 49.578 165 301,16
5 Kilo 6 11.286 48 235,00
6 Kempo 7 18.442 96 191,67
7 Manggelewa* 8 26.672 151 176,46
8 Pekat 7 27.535 31 875, 17
TOTAL 64 208.867 90 2.324,55
Sumber: BPS Kabupaten Dompu 2005
*) Daerah Penelitian
Luas Kecamatan Dompu adalah 223,27 km² dengan jumlah penduduk 47.146 jiwa yag tersebar di 14 kelurahan/ desa dengan tingkat kepadatan penduduk 211 jiwa/ km². Kelurahan/ desa yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kelurahan Bali I. Kecamatan Pajo memiliki luas wilayah 135,32 km² dan jumlah penduduk12.442 jiwa yang tersebar di 5 desa dengan tingkat kepadatan penduduk 92 jiwa/ km², desa yang dipilih sebagai lokasi peneleitian di Kecamatan Pajo adalah Desa Ranggo dan Desa Lepadi. Sedangkan Kecamatan Manggelewa memiliki luas wilayah 176, 46 km² dan jumlah penduduk 26.672 jiwa yang tersebar di 8 desa dengan tingkat kepadatan penduduk 151 jiwa/ km², desa yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Desa Suka damai.


4.1.4. Mata Pencaharian
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Dompu yang telah memilki mata pencaharian yaitu 81.314 jiwa. Ragam mata pencaharian penduduk per kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Per Kecamatan di Kabupaten Dompu.

No Mata Pencaharian Kecamatan Jmlh
Total
Hu’u Pajo* Dompu* Woja Kilo Kempo Manggelewa* Pekat
1 Pertanian 4.298 8.042 9.610 2.581 3.842 2.287 3.572 5.156 39.388
2 Perkebunan 16 41 218 95 406 4.742 14 546 6.078
3 Perikanan 341 126 598 145 579 121 285 777 2.972
4 Peternakan 8 87 206 33 223 123 6 301 987
5 Pertanian lain 138 510 973 275 296 169 116 395 2.872
6 Industri 34 212 758 14 170 300 29 228 1.745
7 Perdagangan 226 3.889 2.693 398 913 838 187 1.223 10.367
8 Jasa-jasa 243 4.645 2,260 344 424 516 203 567 9.202
9 Angkutan 53 907 996 92 212 165 44 284 2.753
10 Lainnya 492 1.393 1.011 113 333 748 404 456 4.950
TOTAL 5.849 19.852 19.323 4.090 7.398 10.009 4.860 9.933 81.314
Sumber BPS Provinsi NTB 2007
* Daerah Penelitian
Pada tabel 3 terlihat bahwa sebanyak 48.44 % penduduk Kabupaten Dompu bekerja di sektor pertanian, sedangkan yang terkecil bekerja di sektor peternakan yaitu 1,21 %. Di Kecamatan Pajo penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah sebanyak 8.042 jiwa, Kecamatan Dompu penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah sebanyak 9.610 jiwa, dan Kecamatan Manggelewa penduduk yang bekerja di sektorpertanian sebanyak 3.572 jiwa. Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa penduduk Kecamatan Dompu yang bermata pencaharian disektor pertanian adalah dengan jumlah terbesar.

4.1.5. Penggunaan Lahan Pertanian
Luas lahan pertanian di Kabupaten Dompu 232.455 Ha yang terdiri dari lahan sawah seluas 19.194 Ha dan lahan kering seluas 213.261 Ha. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa penggunaan lahan kering lebih besar dari pada lahan sawah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini luas lahan sawah dan lahan kering menurut kecamatan di Kabupaten Dompu tahun 2007.
Tabel 4. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Per Kecamatan di Kabupaten Dompu

No Kecamatan Lahan sawah (ha) Lahaan Kering (ha) Jumlah
1 Hu’u 2.671 15.979 18.650
2 Pajo 2.312 11.220 13.532
3 Dompu 2.841 19.486 22.327
4 Woja 5.067 25.049 30.116
5 Kilo 442 23.059 23.058
6 Kempo 1.502 17.665 19.167
7 Manggelewa 2.121 15.525 17.646
8 Pekat 2.238 85.279 87.517
Jumlah 19.194 213.261 232.455
Sumber : BPS Provinsi NTB 2007
*) Daerah penelitian
Dari tabel 4 diatas dapat kita lihat Kecamatan Pajo memilki luas lahan sawah 2.312 Ha dan lahan kering seluas 11.220 Ha, di Kabupaten Dompu memiliki luas lahan sawah 2.841 Ha dan lahan kering 19.486 Ha, sedangkan di Kecamatan Manggelewa memilki lahan sawah seluas 2.238 Ha dan lahan kering seluas 15.525 Ha.

4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, dan pekerja responden. Aspek tersebut berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan dan kegiatan usaha tani.

4.2.1. Umur responden
Merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan fisik dalam bekerja, cara berfikir, dan dalam menuangkan ide-ide baru, selain itu juga berpengaruh pada kondisi psikologis yaitu, semakin dewasa seseorang maka tingkat rasionakitas dan emosional dalam mengambil keputusan atau dalam keterlibatan suatu kegiatan akan semakin terkendali. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Kisaran Umur
(thn) Reaponden Jumlah
(%)
Kabupaten Kecamatan Petani
1 < 15 - - - - - - -
2 15 – 64 2 5.26% 6 15,79 30 78.95 100 %
3 > 64 - - - - - -
Total 100 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, umur rata-rata responden 50 tahun dengn kisaran 15 – 64 tahun. Umur Kepala Dinas Pertanian 43 tahun, umur Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian 42 tahun, umur koordinator BPP responden 46 tahun dengan kisaran 42 – 56 tahun, selanjutnya rata-rata umur penyuluh responden 50 tahun dengan kisaran umur 42 – 56 tahun, umur tersebut termasuk umur produktif dan memenuhi syarat sebagai pegawai negeri, sedangkan rata-rata umur petani responden 50 tahun dengan kisaran 15 – 64 tahun, umur tersebut termasuk produktif dan memiliki cukup stamina untuk melakukan kegiatan usaha tani. Hal ini didukung oleh pendapat Simanjuntak (1995) mengatakan bahwa, penduduk yang termasuk usia produktif adalah kisaran umur 15 – 64 tahun.

4.2.2. Tingkat Pendidikan
Tingkatkan pendidikan adalah salah satu faktor terpenting yang harus dipenuhi unutuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, oleh karena itu pendidikan sangat besar peranannya dalam proses penerapan teknologi dan inovasi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan pola berpikir akan semakin rasional, demikian sebaliknya tingkat pendidikan yang relatif rendah menyebabkan seseorang semakin lambat dalam mengadopsi teknologi.
Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 6.Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Daerah Dompu Tahun 2009.

No Tingkat pendidikan Jumlah Responden Jumlah
Kabupaten Kecamatan Petani Orang %
1 TS - - -
2 SD - - 13 13 34,21
3 SLTP - - 9 9 23,68
4 SLTA - - 5 5 13,15
5 Diploma (D3) - 1 1 2 5,26
6 Strata 1 (S1) 2 5 2 9 23,68
Jumlah 2 6 30 38 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2009

Tabel di atas menunjukkan bahwa, responden di Kabupaten mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang baik tentang bidang pertanian khususnya dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dimana tingkat pendidikan ialah Starata 1 (S1), pendidikan yang tinggi merupakan syarat untuk menjabat Kepala Kantor. Di Kecamatan responden yang memiliki tingkat pendidikan minimal Diploma (D3), hal ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi penyuluh (PNS). Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penyuluh dan berlakunya peraturan yang mengharuskan penyuluh memiliki pendidikan starata 1 (S1), sehingga sebagian besar penyuluh melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Sedangkan tingkat pendidikan petani responden, Soekartiwi (1994) mengatakan bahwa masyarakat atau petani dengan tingkat pendidikan SD ke bawah masih tergolong tingkat pendidikan rendah. Jika dilihat tabel diatas dapat dikatakan bahwa tingakat pendidikan petani tergolong rendah yaitu sebanyak 34,21% Sekolah Dasar (SD).
4.3. Keragaan Penyelengaraan Penyuluhan Pertanian
Berdasarkan hasil wawancara dan penilaian terhadap penyuluh dan petani yang di gambarkan dengan tabel hasil penelitian di Kabupaten Dompu berada dalam katagori baik. Untuk lebih rincin dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Pencapaian skor responden dalam Keragaan Penyelenggraaan
Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Penyuluh Petani
Modus Kriteria Modus Kriteria
1 Ketenagaan
a. Pendidikan formal
3
Baik
1
Kurang
2 Mekanisme Kerja Penyuluh
a. Perencanaa
b. Pelaksanaan
c. Evaluasi
24
20
10
Baik
Baik
Baik
24
20
8
Baik
Baik
Cukup
3 Fasilitas Pendukung
a. Sarana
b. Prasarana
c. Pendanaan
12
26
9
Cukup
Baik
Cukup
9
22
9
Kurang
Baik
Baik
Modus skor 104 Baik 93 Baik
Sumber : data primer tahun 2009
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dalam keragaan penyelenggaran penyuluhan pertania di Kabupaten Dompu berada dalam katagori baik dengan modus skor 104, hal ini petani menyatakan bahwa peneyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu berada dalam katagori baik dengan modus skor 93 untuk lebih rinci masing-masing variabel diuraikan sebagai berikut.



4.3.1. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Lembaga sebagai suatu organisasi merupakan perkumpulan orang-orang dalam sautu struktur yang memiliki tujuan tertentu, jelas dan mengikat anggotanya untuk secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan organisasi (Soekanto, 1970 dalam Nurhidayati 2004).
Tersedaianya kelembagaan penyuluhan pertanian dimaksud agar para penyuluh mempunyai pedoman yang jelas baik dalam bertingkah laku maupun upaya melakukan kegiatan penyuluhan.

4.3.1.1. Keberadaan Lembaga
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu sangat di dukung oleh keberadaan lembaga penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten dan kecamatan. Lembaga penyuluhan di tingakt kabupaten yaitu Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Penyuluhan Pertanian (BKPPP), sedangkan di tingkat kecamatan yaitu Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Ada delapan (8) BPP di Kabupaten Dompu yang tersebar di delapan kecamatan yaitu :
• BPP Dompu di Kecamatan Dompu
• BPP Pajo di Kecamatan Pajo
• BPP Hu'u di Kecamatan Hu'u
• BPP Woja di Kecamatan Woja
• BPP Manggelewa di Kecamatan Manggelewa

• BPP Kilo di Kecamatan Kilo
• BPP Kempo di Kecamatan Kempo, dan
• BPP Pekat di Kecamatan Pekat

Dari ke delapan BPP ini dipilih tiga (3) BPP sebagai lokasi penelitian yaitu BPP Pajo, BPP Dompu dan BPP Manggelewa. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara bahwa keberadaan lembaga penyuluhan di Kabupatend Dompu sudah baik karena sudah ada lembaga khusus yang menangani masalah penyuluhan pertanian, baik di tingkat Kabupaten maupun Kecamatan.












4.3.1.2. Struktur Lembaga

Pusat



Propinsi



Kabupaten/Kota




Kecamatan


Desa


Gambar 3. Struktur dan Hubungan Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Kelembagaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di pusat adalah Badan pengembangan semberdaya Manusia pertanian. Departemen Pertanian Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang penyuluhan pertanian, badan pengembangan sumberdaya manusia pertanian di bantu oleh komisi penyuluhan pertanian nasional yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala badan Pengembangan Sumberdaya Manusias Pertanian.
Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional mempunyai fungsi menyiapkan bahan untuk perumusan kebijaksanaan nasional penyuluhan pertanian dan bahan untuk memecahkan masalah-masalah dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian.
Badan koordinasi penyuluhan pada tingkat Propinsi diketahui oleh Gubernur. Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat propinsi dibentuk sekretaris yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat eselon IIa, yang pembentukaanya diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur. Untuk menentapkan kebijakan dan strategis penyuluhan propinsi dibantu oleh Komisi Penyuluhan Propinsi.
Badan pelaksanaan penyuluahan pada tingkat Kabupaten/Kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota, yang pembentukanya diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati/Walikota. Untuk menentapkan kebijakan dan strategis penyuluhan Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota dibantu oleh Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota.
Unutk mempermudah koordinasi di tingkat kecamtan dibentuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai instalasi Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian pada setiap kecamatan dan merupakan tenaga non struktural, seiring dengan meningkatnya wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap kritis petani desa dibentuk Pusata Penyuluhan Desa (PPD).
Untuk lebih jelasnya mengenaia struktur kelembagaan di tingkat Kabupaten dapat di lihat pada gambar di bawah.















Gambar 4. Struktur Organisasi BK3P
Sebagaimana diketahui bahwa jiwa undang-undang otonomi daerah berada pada tingkat Kabupaten dan Desa. Bertumpu pada pengembangan otonomi daerah tingkat Kabupaten, Pemerintah daerah membentuk strategi pengembangan lembaga. Pemerintah menganggap perlunya membentuk lembaga yang relevan untuk menyelenggarakan penyuluhan yang didasarkan pada factor-faktor penguat lembaga, perbaikan system/manajemen, struktur lembaga penyuluh menjadi berubah.
Dari hasil penelitian, berdasarkan struktur lembaga penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu diketahui bahwa penanggung jawab utama penyelenggarakan penyuluhan di tingkat Kabupaten adalah Bupati, selanjutnya Bupati menyerahkan mandatnya kepada Dinas terkait sebagai koordinator program.
Untuk lebih memudahkan koordinasi penyuluhan, maka di tingkat Kabupaten di bentuk Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BK3P). BK3P merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten di bidang penyelenggaraan penyuluhan pertanian, di pimpin oleh seorang Kepala yang di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Di tingkat kecamatan di bentuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) untuk mempermudah koordinasi. BPP merupakan instalasi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian pada setiap kecamatan merupakan tenaga non struktural. Untuk lebih jelasnya struktur kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan yaitu Balai Penyuluhan Pertanian dapat di lihat pada gambar 6 berikut.

STRUKTUR ORGANISASI BPP








Gambar 5. Struktur Organisasi BPP

Dalam undang-undang Penyuluhan Pertanian No. 16 Tahun 2006 tentang revitalisasi penyuluhan pertanian. Lembaga Penyuluhan Pertanian di tingkat kecamatan disebut Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sementara ini di Kepalai oleh koordinator Penyuluh Pertanian yang mengkoordinir penyuluh yang ada di desa.

4.3.1.3. Tugas Lembaga
Berdasarkan hasil penelitan bahwa Lembaga penyuluhan baik tingkat kabupaten maupun kecamatan mempunyai tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Unutk lembaga penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BK3P) memiliki tugas Pokok. Selain di tingkat kabupaten juga tetap melakukan koordinasi dengan dinas pertanian khususnya dalam kegiatan-kegiatan khusus yang dilaksanakan secara bersama-sama.
Lembaga penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan memiliki tugas dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan pertanian . adapun tugas penyuluhan pertanian untuk tingkat kebupaten (BK3P) dan tingkat kecmatan (BPP) yaitu antara lain :
Tabel 8.Tugas Lembaga Badan Ketahana Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BK3P) dan Balai Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Dompu, Tahun 2009

Tugas BK3P Tugas BPP
1. Melaksankan, mengembangkan serta mengevaluasi dalam kegiatan penyuluhan pertanian.
2. Merencanakan kegiatan penyuluhan pertanian
3. Mendukung kegiatan dinas pertanian dalam pengembangan dan peningkatan produksi.
1. Menyusun rencana program penyuluhan
2. Memberikan bimbingan pelaksanaan rencana kerja penyuluhan
3. Menyebarkan informasi kepada penyuluh
4. Menumbuh kembangkan kelembagaan petani
5. Mengevaluasi setiap hasil kegiatan penyuluhan
6. Mengkoordinir penyuluhan tingkat Kecamatan
7. Menjalin kemitraan dengan pihak lain (walaupun sulit dilakukan)
8. Menyebarkan informasi
9. Meningkatkan saran produksi

4.3.1.4. Fungsi Lembaga
Selain menjalankan tugas-tugasnya lembaga penyuluhan pertanian juga mempunyai fungsi untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penyuluh itu sendiri. Untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian BKPPP melaksanakan kegiatan pendidikan non formal yang berupa palatihan-pelatihan sehingga berdampak pada peningkatan kualitas penyuluh itu sendiri. Di samping peningkatan kualitas penyuluh BKPPP juga terus melakukan control dan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Balai Penyuluhan Pertanian juga semakin aktif dalam mengembangkan kelompok-kelompok tani yang ada di desa-desa. Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan menggabungkan kelompok-kelompok tani yang ada menjadi GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) yang memiliki struktur dan kepengurusan yang lebih lengkap dari pada kelompok tani itu sendiri. BPP juga memberikan pelatihan-pelatihan kepada kelompok-kelompok tani yang ada di wilayahnya.
Selain itu BPP melalui penyuluh-penyuluhnya membantu petani untuk mendapatkan bibit-bibit maupun pupuk karena penyuluh dianggap memiliki akses yang lebih baik dengan penyalur-penyalur pupuk yang ada di Kabupaten Dompu. Selain menyebarkan informasi melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian BPP juga menyediakan saran informasi melalui kantor-kantor desa/kelurahan dengan menyediakan majalah majalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian khususnya di bidang pertanian.

4.3.2. Ketenagaan Penyuluhan Pertanian
4.3.2.1. Kuantitas Penyuluh Pertanian
Kuantitas penyuluh pertanian sangat mempengaruhi penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Karena kurangnya kuantitas penyuluh pada lembaga penyuluhan akan menghambat proses pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Kuantitas penyuluh pertanian digambarkan oleh 3 komponen yaitu jumlah penyuluh pertanian secara keseluruhan di Kabupaten Dompu, jumlah penyuluh secara keseluruhan di daerah penelitian dan jumlah penyuluh responden. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 9 berikut.
Table 9. Kuantitas Penyuluh Pertanian di Kabupaten Dompu

No. Komponen Kuantitas Penyuluh Jumlah (orang)
1 Jumlah Penyuluh Keseluruhan 85
2 Jumlah penyuluh di Daerah Penelitian 45
3 Jumlah Penyuluh Responden 6
Sumber data Sekunder diolah, Tahun 2009

Berdasarkan table diatas jumlah penyuluh di Kabupaten Dompu sebanyak 85 orang, di daerah penelitian sebanyak 45 orang dan penyuluh responden sebanyak 6 orang.






4.3.2.2. Kualitas Penyuluh Pertanian
4.3.2.2.1. Jabatan Penyuluh
Berdasarkan hasil penelitian bahwa, dari tiga BPP yang di jadikan lokasi penelitian serta enam orang penyuluh yang merupakan sample penelitian memiliki jabatan-jabatan sebagai berikut :
Table 10. Jabatan Penyuluh Pertanian Responden di Kabupaten Dompu, Tahun 2009

No Nama Jabatan Wilayah Kerja
1 Usdin, SP Koordinator Penyuluh BPP Pajo
2 Drs. A. Jumal Koordinator Penyuluh BPP Dompu
3 Rozikin, SP Koordinator Penyuluh BPP Manggelewa
4 Ibrahim, SP Penyuluh Pertanian Terampil BPP Dompu
5 Edi Hariyadi Penyuluh Pertanian Pelaksana Lanjutan BPP Pajo
6 Firdaus, SPt Penyuluh Pertanian Pertama BPP Manggelewa
Sumber Data Sekunder diolah Tahun 2009
Dari tebel diatas menunjukkan bahwa dari enam orang penyuluh responden memiliki jabatan fungsional masing-masing mulai dari koordinator penyuluh pertanian, penyuluh pertanian terampil, penyuluh pertanian pelaksana lanjutan, dan penyuluhan pertanian pertama.

4.3.2.2.2. Pendidikan Formal Penyuluh
Tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian akan berpengaruh terhadap pola pikir dan pandangan seseorang. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin rasional dan kebijaksana dalam berfikir dan merespon situasi yang ada di lingkungan sehingga akan berpengaruh pula pada pola interaksinya di dalam organisasi yang ditekuni. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penyuluh responden di Kabupaten Dompu dapat dilihat pada table 11 sebagai berikut :
Tabel 11. Pendidikan Formal Penyuluh Pertanian Responden di Kabupaten Dompu, Tahun 2009

No Pendidikan Jumlah Persentase Katagori Modus
1.
2.
3. Sarjana
Diploma
SLTA 5
1
- 83,4
16,6 Baik
Kurang
3
6 100
Sumber : Data Primer Diolah 2009

Dari tabel 11 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penyuluh pertanian berpendidikan sarjana, yaitu 83,4 % dan hanya satu responden penyuluh pertanian yang berpendidikan diploma yaitu 16,6 %, artinya bahwa pendidikan formal penyuluh pertanian tergolong dalam katagori tinggi. Pada umunya penyuluh pertanian yang berpendidikan lebih tinggi (Sarjana) akan lebih mudah memahami dan menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan tugas-tugasnya dibandingkan dengan penyuluh yang hanya berpendidikan Diploma dan SLTA. Sehingga dalam hal ini pemerintah memberikan kesempatan bagi para penyuluh yang masih berpendidikan Diploma dan SLTA untuk melanjutkan pendidikan sampai darjana. Dengan harapan, peningkatan pendidikan penyuluh pertanian terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan optimal.


4.3.2.2.3. Pendidikan Non Formal Penyuluh
Penyelenggaraan pendidikan non formal seperti pelatihan-pelatihan/kursus bagi penyuluh pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BK3P) yang dilaksanakan oleh penyuluh untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan baik bagi penyuluh sendiri maupun bagi petani. Dalam penelitian ini, jenis pendidikan non formal yang paling sering dilakukan oleh penyuluh pertanian adalah pelatihan-pelatihan, karena jenis pendidikan non formal tersebut sudah terpogram dan terjadwal, seperti halnya dengan pelatihan-pelatihan selalu di adakan setiap dua kali setahun.

4.3.2.2.4. Lama Bekerja
Pengalaman bekerja merupakan lamanya bertugas sebagai penyuluh pertanian dalam menjalankan tugas-tugasnya yang dihitung dalam tahun. Dengan kata lain bertambahnya umur seseorang akan bertambah pula pengalamannya. Lama bekerja penyuluh pertanian responden berdasarkan hasil data yang di peroleh berkisar antara 18 – 33 tahun. Di lihat dari lamanya bekerja, hal ini menunjukkan bahwa penyuluh sudah berpengalaman dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai penyuluh pertanian. Pengalaman tersebut akan menentukkan kemampuannya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai penyuluh pertanian di lapangan.
Selain dari itu, penyuluh responden mendapatkan perpindahan lokasi kerja, dengan data yang di peroleh bahwa pindah lokasi kerja penyuluh responden berkisar antara 5 – 9 kali pindak lokasi kerja. Hal tersebut tentu berpengaruh juga terhadap variasi perpindahan lokasi kerja, karena masing-masing wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.

4.3.3. Mekanisme Kerja Penyuluhan Pertanian
4.3.3.1. Perencanaan Penyuluhan Pertanian
Persiapan awal dalam penyuluhan pertanian adalah perencanaan kegiatan penyuluhan. Perencanaan artinya pemikiran mengenai suatu hal yang akan dilakukan dalam penyuluhan pertanian di tempat tertentu dengan harapan mencapai tujuan yang telah digariskan dan hasil dari perencanaan tersebut adalah suatu rencana kerja (Kartasapoetra, 1987).
Pada umumnya, setiap kegiatan akan berhasil dengan baik apabila direncanakan dengan baik. Dalam satu wilayah kerja penyuluhan pertanian diwajibkan untuk menyususn rencana kerja penyuluhan pertanian, rencana kerja inilah sebagai pedoman melaksanakan penyuluhan pertanian. Adapun komponen yang dinilai dalam kegiatan perencanaan penyuluhan pertanian adalah kegiatan dalam persiapan penyuluhan pertanian, penyusunan program penyuluhan, dan penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dalam tabel 12 berikut :


Tabel. 12. Sebaran Responden Penyuluh Berdasarkan Perencanaan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Identifikasikebutuhan :
a. Melakukan identifikasi
b. Koordinasi pihak lain
6
6
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Penyusunan program :
a. Melakukan peny. Program
b. Pihak koordinasi
c. Keterlibatan petani
5
5
6
83,3
83,3
100
1
1
0
16,6
16,6
0
0
0
0
0
0
0
3 Rencana kerja :
a. Penyusunan rencana kerja
b. Koordinasi pihak lain
c. Keterlibatan petani
6
6
6
100
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber data primer diolah tahun 2009

Pada tabel 12 diketahui bahwa kegiatan responden dalam perencanaan kegiatan penyuluhan pertanian berada dalam katagori baik. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penyuluh pertanian sudah mengetahui tentang kegiatan penyuluhan pertanian, penyusunan program dan rencana kerja penyuluhan pertanian.
Dalam mengidentifikasi kebutuhan penyuluh responden mencapai skor 3 dengan kategori baik sebanyak 6 orang 100% hal ini untuk mengetahui masalah – masalah dan kebutuhan yang di hadapi oleh petani, di samping itu berkoordinasi dengan pihak lain semua responden menyatakan kategori baik sebanyak 6 orang 100% artinya penyuluh selalu berkoordinasi dengan pihak yaitu petani melalui ketua kelompok tani, BPP dan instans-instansi terkait.
Pada komponen penyusunan program di peroleh skor 3 dengan kategori baik sebanyak 5 orang 83,3% artinya penyuluh melakukan penyusunan program sebelum kegiatan penyuluhan sebagai dasar untuk menyusun rencana kerja, dengan kegiatan tersebut, penyuluh selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak antara lain kelompok tani dan instansi – instansi terkait, hal ini menunjukkan bahwa responden memperoleh skor 3 dengan kategori baik sebanyak 5 orang 83,3% dan disesuaikan dengan program kegiatan yang dilaksanakan. Dalam hal ini penyuluh selalu melibatkan petani dengan responden sebanyak 6 orang100% karena penyuluh petani lebih tahu apa yang menjadi kebutuhan mereka.
Tabel di atas menunjukkan bahwa proses penyusunan Rencana kerja memperoleh skor 3 dengan kategori baik sebanyak 6 orang responden100%, artinya penyuluh melakukan penyusunan rencana kerja sebelum kegiatan penyuluhan sebagai arah pedoman dalam melaksanakan penyuluhan. Dalam hal ini responden sebanyak 6 orang 100% dengan kategori baik artinya penyuluh selalu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait hal ini merupakan rencana kerja yang telah di buat harus di sepakati bersama dengan pihak yang bersangkutan agar pelaksanaanya lebih efektif. Di samping itu penyuluh sebanyak 6 orang 100% menyatakan bahwa selalu melibatkan petani karena kegiatan yang akan direncanakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah yang di hadapi oleh petani di lapangan, sehingga yang diiginkan dapat tercapai dengan baik.



Dalam penelitian ini di katehui bahwa penilaian petani terhadap perencanaan penyuluhan pertanian dapat di uraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel. 13. Sebaran Responden Petani Berdasarkan Perencanaan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Identifikasikebutuhan :
a. Melakukan identifikasi
b. Koordinasi pihak lain
30
26
100
86.6
0
4
0
13.3
0
0
0
0
2. Penyusunan program :
a. Melakukan peny. Program
b. Pihak koordinasi
c. Keterlibatan petani
30
29
29
100
96.6
96.6
0
1
1
0
3.3
3.3
0
0
0
0
0
0
3 Rencana kerja :
a. Penyusunan rencana kerja
b. Koordinasi pihak lain
c. Keterlibatan petani
30
29
29
100
96.6
96.6
0
1
1
0
3.3
3.3
0
0
0
0
0
0
Sumber data primer diolah tahun 2009

Pada tabel 13 menunjukkan bahwa proses perencanaan kegiatan identifikasi mencapai skor 3 sebanyak 30 respoden 100% dengan kategori baik, karena kelompok tani merupakan lembaga penyuluhan di tingkat desa yang bersama-sama dengan penyuluh melakukan identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh petani. Koordinasi dengan pihak lain memperoleh skor 3 dengan kategori baik sebanyak 26 responden 86,6% hal ini menunjukkan bahwa penyuluh selalu melakukan koordinasi dengan kelompok tani dan instansi – instansi terkait karena harus disepakati bersama dengan pihak yang bersangkutan.
Pada penyusunan program penyuluhan memperoleh skor 3 sebanyak 30 orang responden 100% mencapai kategori baik hal ini menunjukkan bahwa responden petani menilai penyuluh selalu melakukan penyusunan program sebelum kegiatan penyuluhan. Di samping itu pihak koordinasi diperoleh skor 3 sebanyak 29 orang 96,6% masuk kategori baik artinya dalam hal ini petani menilai bahwa penyuluh selalu berkoordinasi melalui kelompok tani dan instansi-instansi yang bersangkutan. Keterlibatan petani berada pada skor 3 sebanyak 29 orang 96,6% dengan kategori baik hal ini menunjukkan bahwa penyuluh selau melibatkan petani dalam penyusunan program dengan alasan petani labih tahu permasalah dan kebutuhan, sehingga kegiatan penyuluhan berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian dalam penyusunan rencana kerja memperoleh skor 3 sebanyak 30 orang 100% berada dalam kategori baik artinya petani selalu terlibat dalam penyusunan rencana kerja karena kegiatan yang akan diprogramkan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah yang di hadapi oleh petani dengan alasan petani yang lebih tahu.


4.3.3.2. Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah pendidikan non formal yang disampaikan penyuluh pertanian kepada petani pada masing-masing BPP sesuai dengan rencana kerja dengan tujuan merubah perilaku pengetahuan (kognitive), sikap (affektive) dan keterampilan (psykomotorica) sehingga petani dapat melakukan usahataninya dengan optimal.
Adapun jenis kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian adalah pembuatan jadwal kegiatan, penyampaian materi, dan penerapan metode penyuluhan pertanian. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan penyuluahan pertanian dapat dilihat pada tabel 14 berikut :
Tabel. 14. Sebaran Responden Penyuluh Terhadap Pelaksanaa Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Jadwal kegiatan:
a. Pembuatan jadwal
b. Keterlibatan petani
6
6
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Metode penyuluhan :
a. Pihak koordinasi
b. Metode yg digunakan
c. Kesesuaian metode
6
0
6
100
0
100
0
6
0
0
100
0
0
0
0
0
0
0
3 Materi penyuluhan :
a. Pihak koordinasi
b. Kesesuaian materi
6
6
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Untuk menentukan arah kebijaksanaan kegitan penyuluhan secara teratur dan terencana, penyuluh selalu membuat jadwal sebelum melakukan kegiatan penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komponen pembuatan jadwal diperoleh skor 3 sebanyak 6 orang 100% hal ini menunujukkan bahwa proses pembuatan jadwal kegiatan tergolong baik. Dalam menyusun jadwal kegiatan penyuluh selalu melibatkan petani dengan skor 3 sebanyak 6 orang 100% hal ini berada dalam kategori baik karena petani sebagai pelaksana kegiatan di lapangan.
Di samping itu penyuluh selalu berkoordinasi dengan pihak yang bersangkutan, dan hasil penelitian memperoleh skor 3 sebanyak 6 orang 100% tergolong kategori baik, artinya penyuluhan sebagai suatu pendidikan di luar sekolah seorang penyuluh dapat menggunakan berbagai cara/metode yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan pada diri masyarakat sasaran. Cara metode yang digunakan haruslah berpedoman pada dasar – dasar dan prinsip penyuluhan agar di dalam fungsi kegiatan merupakan alat untuk mencapai tujuan (Samsudin, 1982). Dalam penggunaan metode penyuluhan di dasarkan pada jumlah sasaran seperti perorangan (personal), kelompok dan masal. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa metode yang di gunakan oleh penyuluh adalah metode kelompok dengan skor 2 sebanyak 6 orang 100% tergolong sedang artinya sebagian besar penyuluh memilih metode kelompok dalam kegiatan penyuluhan karena lebih efektif, metode kelompok juga membuat petani dapat bertukar informasi dan menggali pengetahuan serta pengalaman dari penyuluh dan melalui peragaan petani juga dapat melihat secara langsung sehingga lebih nyata materi yang di sampaikan.. Kesesuaian metode yang di gunakan penyuluh memperoleh skor 3 sebanyak 6 orang 100% tergolong baik hal ini menunjukkan bahwa kesesuaian metode yang digunakan karena lebih efektif untuk menerima informasi dan pengetahuan,dengan kelompok petani lebih mudah memahami dan mengerti materi yang disampaikan penyuluh.
Selain metode penyuluh, penyuluh juga menentukan meteri penyuluhan. Pada hakekatnya materi penyuluhan merupakan segala pesan yang ingin di komunikasikan oleh penyuluh kepada masyarakat sasasrannya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa materi penyuluhan memperoleh skor 3 sebanyak 6 orang 100% dengan kategori baik artinya materi yang disampaikan lebih fokus ke masalah teknisi pertanian, sedangkan kesesuaian materi penyuluh memperoleh skor 3 sebanyak 6 orang 100% hal ini menunjukkan bahwa kesesuaian materi yang disampaikan tergolong baik dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
Dalam penelitian ini di katehui bahwa penilaian petani terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian dapat di uraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel. 15. Sebaran Responden Petani Terhadap Pelaksanaa Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Jadwal kegiatan:
a. Pembuatan jadwal
b. Keterlibatan petani
30
30
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Metode penyuluhan :
a. Pihak koordinasi
b. Metode yg digunakan
c. Kesesuaian metode
21
0
30
70
0
100
6
30
0
20
100
0
3
0
0
10
0
0
3 Materi penyuluhan :
a. Pihak koordinasi
b. Kesesuaian materi
28
30
93,3
100
2
0
6,6
0
0
0
0
0
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Pada tabel diatas di ketahui bahwa dalam pembuatan jadwal memperoleh skor 3 sebanyak 30 orang 100% tergolong kategori baik. Hal ini responden menyatakan bahwa penyuluh melakukan pembuatan jadwal bersama dengan petani untuk menentukan arah kebijaksanaan dalam kegiatan penyuluhan secara teratur dan terencana. Keterlibatan petani dalam pembuatan jadwal memperoleh skor 3 sebanyak 30 orang 100% hal ini menunjukkan bahwa katerlibatan petani dalam pembuatan jadwal tergolong kategori baik artinya penyuluh selalu melibatkan petani karena petani mengetahui permasalahan dan kebutuhan.
Metode penyuluhan pertanian adalah cara yang sudah direncanakan sebelumnya untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan. Hasil wawancara responden menyatakan bahwa dalam pihak koordinasi memperoleh skor 3 sebanyak 21 orang 70% artinya penyuluh selau berkoordinasi dengan pihak bersangkutan, petani melalui ketua kelompok tani dan BPP maupun pihak perbankan, hal ini tergolong kategori baik,.
Metode yang digunakan adalah metode kelompok dengan hasil pernyataan responden sebanyak 30 orang 100% tergolong kategori sedang karena melalui kelompok, petani dan penyuluh dapat berdiskusi saling tukar informasi dan menggali pengetahuan serta pengamalan. Kesesuaian metode yang digunakan memperoleh skor 3 sebanyak 30 orang 100% tergolong kategori baik artinya metode yang digunakan sesuai karena dalam metode kelompok dapat melalui diskusi, ceramah, demonstrasi kelompok, pertemuan kelompok dan hari belajar, kursus/seminar.
Pesan yang ingin di sampaikan dalam proses komunikasi oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasarannya merupakan materi penyuluh. Berdasarkan hasil penlitian bahwa pihak koordinasi dengan instansi terkait diperoleh skor 3 sebanyak 28 orang 93,3% tergolong kategori baik artinya penyuluh selalu koordinasi dengan pihak yang bersangkutan sebelum pelaksanaan kegiatan penyuluhan berjalan..


4.3.3.3. Evaluasi Penyuluhan Pertanian
Mengevaluasi penyuluhan pertanian merupakan salah satu tugas pokok penyuluhan pertanian. Evaluasi memberikan masukan bagi usaha-usaha perbaikan pelaksanaan program penyuluhan pertanian serta memberikan sumbangan penting pada identifikasi efektivitas metode penyuluhan, relevansi program dan proses penyuluhan sendiri yang kesemuanya penting artinya bagi perbaikan proses penyuluhan pertanian di masa berikutnya.
Untuk mengetahui aktifitas dan keterlibatan penyuluh pertanian dalam pencapaian tujuan/sasaran yang direncanakan maka setiap penyuluh pertanian berkewajiban membuat laporan penyuluhan pertanian. Dari laporan-laporan tersebut dapat diketahui sampai sejauh mana kegiatan penyuluhan dilaksanakan.
Adapun komponen yang diteliti dalam mengevaluasi ini adalah pelaksana evaluasi yang dilakukan penyuluh dan kegiatan pelaporan yang terdiri dari pembuatan laporan, baik laporan tahunan maupun laporan bulanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 16 berikut :
Tabel. 16. Sebaran Responden Penyuluh Terhadap Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Pelaksanaan kegiatan evaluasi 6 100 0 0 0 0
2. Kegiatan pelaporan :
a. Pembuatan laporan evaluasi
b. Laporan tahunan
c. Laporan bulanan
6
1
6
100
16,6
100
0
1
0
0
16,6
0
0
4
0
0
66,6
0
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan evaluasi kegitan memperoleh skor 3 sebanyak 6 orang 100% tergolong katagori baik artinya bahwa penyuluh di tingkat Kabupaten (BKPPP) dan Kecematan (BPP) aktif dalam melakukan evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian sesuai dengan prosedur dan jadwal serta tepat waktu yakni melakukan supervisi langsung di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan laporan mencapai skor 3 sebanyak 6 orang 100% tergolong kategori baik, artinya kewajiban penyuluhan pertanian membuat laporan untuk mengetahui aktifitas dan keterlibatan penyuluh pertanian dalam mencapai tujuan atau sasaran. Laporan tahunan mencapai skor 1 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong kurang hal ini responden menyatakan bahwa tidak melakukan pelaporan tahuanan karena laporan bulanan sudah dianggap cukup untuk mengevaluasi kegiatan penyuluhan, hal ini juga tergantung dari kebutuhan. Proses laporan bulanan mencpai skor 3 sebanyak 6 orang 100% tergolong baik, artinya penyuluh selalu aktif membuat laporan bulanan karena sebagai dasar perumusan program berikutnya dan untuk mengetahui perkembangan wilayah binaan.





Dalam penelitian ini di katehui bahwa penilaian petani terhadap evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian dapat di uraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel. 17. Sebaran Responden Petani Terhadap Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Pelaksanaan kegiatan evaluasi 22 73,3 7 23,3 1 3,3
2. Kegiatan pelaporan :
a. Pembuatan laporan evaluasi
b. Laporan tahunan
c. Laporan bulanan
8
0
2
26,6
0
6,6
12
4
18
40
13,3
60
10
26
10
33,3
86,6
33,3
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Pada tabel di atas di ketahui bahwa sebaran responde petani terhadap evaluasi kegiatan mencapai skor 3 sebanyak 22 orang 73,3% hal ini tergolong baik artinya responden menyatakan bahwa evaluasi kegiatan penyuluh selalu dilakukan, hal ini merupakan salah satu tugas pokok penyuluhan pertanian. Evaluasi memberikan masukan bagi usaha-usaha perbaikan pelaksanaan program penyuluhan pertanian serta memberikan sumbangan penting pada identifikasi efektivitas metode penyuluhan, relevansi program dan proses penyuluhan sendiri yang kesemuanya penting artinya bagi perbaikan proses penyuluhan pertanian di masa berikutnya
Dalam pembuatan laporan evaluasi kegiatan mencapai skor 2 sebanyak 12 orang 40% tergolong sedang, hal ini menunjukkan bahwa responden menyatakan penyuluh masih kurang melakukan dalam pembuatan evaluasi kagiatan dengan alasan petani hanya mengetahui pelaksanaan kegiatan. Sama hal nya juga dengan kurangnya partisipasi petani terhadap pembuatan evaluasi kegiatan, begitu juga sebaliknya pada komponen laporan tahunan dan laporan bulanan.

4.3.4. Fasilitas Pendukung Penyuluhan
Sebagai suatu pendidikan non formal yang terprogram diluar sekolah, kegiatan penyuluhan mutlak memerlukan perencanaan yang jelas mengenai program pendidikan yang akan dilaksanakan (Mardikanto, 1996).
Setiap pelaksanaan kegiatan penyuluhan, penyuluh tidak hanya cukup dengan menentukkan materi dan metode yang akan diterapkan akan tetapi perlunya persiapan fasilitas penunjang penyuluhan.
Didalam penyuluhan, fasilitas penunjang penyuluhan (sarana, prasarana dan pendanaan) sangat penting untuk membantu kelencaraan pelaksanaan kegiatan penyuluhan maupun untuk memperjelas materi yang akan disampaikan agar mudah di pahami dan di ingat oleh sasaran. Untuk lebih jelasnya mengenai masing-masing komponen dapat di lihat sebagai berikut :

4.3.4.1. Sarana Penyuluhan
Sarana penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tersedianya alat transportasi dan media penyuluhan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sarana penyuluhan yang digunakan masih terbatas. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat tabel 18 di bawah ini :
Tabel. 18. Sebaran Responden Penyuluh Terhadap Sarana Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Cukup (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Alat transportasi :
a. Ketersediaan alat transportasi
b. Ketersediaan alat transportasi di sertai biaya operasional
c. Kesesuaian jarak lokasi dengan biaya operasional
4

1


0
66,6

16,6


0
2

3


6
33,3

50


100
0

2


0
0

33,3


0
2. Media penyuluhan :
a. Ketersediaan media
b. Kesesuaian media dengan keadaan sasaran
2
4
33,3
66,6
4
2
66,6
33,3
0
0
0
0
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Ketersediaan sarana penyuluhan sudah tersedia dalam membantu kelancaran pelaksanaan penyuluhan, hal ini terlihat pada tebel di atas mencapai skor 3 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong kategori baik hal ini untuk meningkatkan kapasitas penyuluhan dan kinerja penyuluh, dan diperlukan sarana yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien.
Pada komponen ketersediaan alat transportasi disertai biaya operasional memperoleh skor 2 sebanyak 3 orang 50 % tergolong cukup, artinya ketersediaan alat transportasi kurang mencukupi dengan biaya operasional karena tidak di anggarkan oleh daerah setempat berhubung ketersediaan dana operasional masih terbatas. Meskipun pada saat tertentu ketersediaan alat transportasi di sertai biaya operasional masih di rasakan tidak sesuai jika di hubungkan dengan jarak lokasi sasarannya apa lagi di gunakan untuk ke semua kelompok yang ada di wilayah kerja penyuluh pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komponen kesesuai jarak lokasi dengan biaya operasional memperoleh skor 2 sebanyak 6 orang 100% berada dalam kategori cukup, hal ini disebabkan karena kesesuaian jarak lokasi dengan biaya operasional cukup dekat dengan tempat pelaksanaan penyuluhan sehingga membantu kelancaran penyuluhan dalam aktivitasnya. Ketersediaan media penyuluhan pertanian mencapai skor 3 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong baik, artinya ketersediaan media penyuluhan dalam kemasan yang siap digunakan akan sangat membantu para penyuluh yang sesuai dengan kebutuhan petani dan lokasi. Alat bantu pengajaran dan fasilitas pembelajaran sangat penting dalam menciptakan kaulitas penyuluhan. Kesesuaian media dengan keadaan sasaran mencapai skor 3 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong baik artinya bahwa kesesuaian media sesuai dengan keadaan sasaran sehingga penyampaian materi yang di berikan oleh penyuluh ke petani bisa diterima oleh petani.









Dalam penelitian ini di katehui bahwa penilaian petani terhadap sarana pendukung penyuluhan pertanian dapat di uraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel. 19. Sebaran Responden Petani Terhadap Sarana Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Alat transportasi :
a. Ketersediaan alat transportasi
b. Ketersediaan alat transportasi di sertai biaya operasional
c. Kesesuaian jarak lokasi dengan biaya operasional
6

5


10
20

16,6


33,3
2

3


8
6,6

10


26,6
22

22


12
73,3

73,3


40
2. Media penyuluhan :
a. Ketersediaan media
b. Kesesuaian media dengan keadaan sasaran
11
14
36,6
46,6
9
5
30
16,6
10
11
33,3
36,6
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari ketersediaan alat transportasi mencapai skor 1 sebanyak 22 orang 73,3% berada dalam kategori kurang, hal ini di sebabkan karena petani responden sama sekali tidak mengetahui kesediaan alat transportasi penyuluhan pertanian, begitu juga dengan ketersediaan alat transportasi yang di sertai biaya operasional dengan hasil seberan responden memperoleh skor 1 sebanyak 22 orang 73,3% tergolong kategori kurang. Hal ini bisa disesuaikan dengan jarak lokasi dengan biaya operasional diperoleh skor 1 sebanyak 12 orang 40% berada dalam kategori kurang, artinya petani responden hanya mengetahui pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian.
Pada komponen media penyuluh memperoleh skor 3 sebanyak 11 orang 36,6% tergolong kategori baik, hal ini responden menyatakan bahwa ketersediaan media penyuluhan sudah maksimal sehingga pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian lebih efektif, dan kesesuai media dengan sasaran memperoleh skor 3 sebanyak 14 orang 46,6% tergolong kategori baik artinya responden bisa menerima materi dengan optimal yang di berikan oleh penyuluh pertanian karena media yang memadai.

4.3.4.2. Prasarana Penyuluhan
Prasarana penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan gedung khusus penyuluhan, rumah pertemuan dan lahan percontohan. Untuk jelasnya dapat di lihat pada tabel 20 berikut :
Tabel. 20. Sebaran Responden Penyuluh Terhadap Prasarana Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Gedung penyuluhan :
a. Ketersediaan gedung.
b. Sarana penunjang (perpustakaan)
c. Pemanfaatan perpustakaan
4
1

1
66,6
16,6

16,6
0
1

1
0
16,6

16,6
2
4

4
33,3
66,6

66,6
Rumah pertemuan
a. Ketersediaan rmh pertemuan
b. Pemanfaatan rmh pertemuan
c. Jarak lokasi rmh pertemuan
4
3
3
66,6
50
50
0
1
2
0
16,6
33,3
2
2
1
33,3
33,3
16,6
Lahan percontohan :
a. Ketersediaan lahan percontohan.
b. Kegiatan percontohan.
c. Jenis percontohan.
d. Penerapan hasil percontohan.
6

6
4
5
100

100
66,6
83,3
0

0
2
1
0

0
33,3
16,6
0

0
0
0
0

0
0
0
Sumber Data primer diolah tahun 2009

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan gedung penyuluhan mencapai skor 3 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong baik hal ini menunjukkan oleh adanya gedung khusus menangani penyuluhan, yaitu Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan pertanian untuk tingkat Kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian untuk tingkat Kecamatan, sedangkan untuk kelengkapan sarana penunjang gedung penyuluhan (perpustakaan) dan kelengkapannya memperoleh skor 1 sebanyak 4 orang 66,6% berada dalam kategori kurang hal ini di sebabkan karena tidak semua gedung penyuluhan memiliki sarana penunjang perpustakaan dan kelengkapannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan rumah pertemuan (tempat pertemuan) mencapai skor 3 sebanyak 4 orang 66,6% berada dalam kategori baik, artinya ketersediaan fasilitas untuk kegiatan penyuluhan pertanian sudah memadai selain dari itu pemanfaatan tempat pertemuan dengan skor 3 sebanyak 3 orang 50% tergolong baik, merupakan suatu bentuk guna kelancaran dalam menyelenggarakan penyuluhan pertanian, sedangkan jarak lokasi dengan tempat pertemuan mencapai skor 3 sebanyak 3 orang 50% tergolong baik, hal ini menunjukkan bahwa jarak lokasi lebih dekat dengan tempat pertemuan
Untuk ketersediaan lahan percontohan mencapai skor 3 sebanyak 6 orang 100% tergolong kategori baik artinya sudah ada lahan khusus yang disediakan untuk melakukan kegiatan percontohan kepada petani. Adapun jenis percontohan yang dilakukan penyuluh seperti pembibitan, penanaman dan tumpang sari, sesuai dengan hasil penelitian kegiatan yang sering dilakukan adalah pembibitan dan penanaman dengan skor 3 sebanyak 4 orang 66,6% dengan kategori baik, begitu juga dengan penerapan hasil percontohan berada dalam kategori baik dengan skor 3 sebanyak 5 orang 83,3% hal ini petani selalu melakukan penerapan hasil percontohan yang telah dilakukan oleh penyuluh.

Dalam penelitian ini di katehui bahwa penilaian petani terhadap prasarana pendukung penyuluhan pertanian dapat di uraikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel. 21. Sebaran Responden Petani Terhadap Prasarana Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Gedung penyuluhan :
a. Ketersediaan gedung.
b. Sarana penunjang (perpustakaan)
c. Pemanfaatan perpustakaan
12
5

3
40
16,6

10
7
14

15
23,3
46,6

50
11
11

12
36,6
36,6

40
Rumah pertemuan
a. Ketersediaan rumah pertemuan
b. Pemanfaatan rumah pertemuan
c. Jarak lokasi rumah pertemuan
9

3

8
30

10

26,6
0

6

10
0

20

33,3
21

21

12
70

70

40
Lahan percontohan :
a. Ketersediaan lahan percontohan.
b. Kegiatan percontohan.
c. Jenis percontohan.
d. Penerapan hasil percontohan.
24

22
26
27
80

73,3
86,6
90
6

7
4
3
20

23,3
13,3
10
0

1
0
0
0

3,3
0
0
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran responden petani terhadap ketersediaan gedung dengan munculnya skor 3 sebanyak 12 orang 40% tergolong kategori baik, hal ini menyatakan bahwa ketersediaan gedung penyuluhan merupakan fasilitas untuk mendukung pelaksanaan penyuluhan pertanian. Untuk sarana penunjang (perpustakaan) dengan skor 2 sebanyak 14 orang 46,6% tergolong kategori sedang, hal ini menyatakan bahwa sarana penunjang (perpustakaan) kurang lengkap karena tidak semua gedung yang mendukung, sedangkan pemanfaatan perpustakaan tergolong sedang dengan skor 2 sebanyak 15 oarang 50% hal ini responden menyatakan jarang memanfaatkan perpustakaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan tempat pertemuan masih berada dalam kategori kurang dengan skor 1 sebanyak 21 orang 70% hal ini responden menyatakan bahwa tidak tersedianya tempat pertemuan sehingga tidak dimanfaatkan dengan baik dengan jarak lokasi cukup jauh untuk melakukan pertemuan.
Pada ketersediaan lahan percontohan sebaran responden petani memperoleh skor 3 sebanyak 24 orang 80% tergolong kategori baik dengan hasil penelitian yaitu tersedianya lahan percontohan untuk melakukan melaksankan kegiatan penyuluhan pertanian., dengan jenis percontohan yang sering dilakukan seperti pembibitan yang berada dalam kategori baik karena petani responden selalu menerapkan hasil percontohan.

4.3.4.3. Pendanaan Penyuluhan
Pendanaan penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dana operasional (anggaran) penyuluhan dan Biaya Operasional (BOP). Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efesien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya dalam kegiatan penyuluhan.
Dana (anggaran operasional) yang dilokasikan oleh pemerintah untuk penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari tahun ke tahun semakin meningkat. Untuk lebih jelasnya alokasi dana (anggaran) operasional selama 3 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 22. Dana Anggaran Operasional Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian.

No Program/ Kegiatan TAHUN Sumber Dana
2006 (Rp) 2007 (Rp) 2008 (Rp)
1 Pemberdayaan penyuluhan pertanian 740.000.000 335.612.000 296.572.000 APBN
2 Dukungan pembinaan ketahanan pangan dan penyuluhan pertanian 176.875.000 238.000.000 161.040.000 APBD II
3 Dukungan operasional penyuluhan pertanian melalui dana rutin 196.645.500 216.310.000 680.236.000 APBD II
4 Dukungan FEATI - - 234.840.000 APBD II
5 Program FEATI - - 1.800.000.000 APBN
Sumber : BKPPP Kabupaten Dompu 2009
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa dari tahun ke tahun dana (anggaran) operasional penyuluhan pertanian melalui dana rutin semakin meningkat namun tetap dirasakan masih kurang mencukupi oleh penyuluh sehingga menyebabkan tidak semua pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian mendapatkan anggaran operasional. Jadi, dana (anggaran operasional) disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan dari pelaksanaan kegiatan tersebut.


Tabel. 23. Sebaran Responden Penyuluh Terhadap PendanaanPenyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Dana anggaran opers.
a. Ketersediaan dana penyuluhan
b. Kecukupan dana
2

0
33,3

0
4

4
66,6

66,6
0

2
0

33,3
BOP
a. Penerimaan BOP
b. Kecukupan BOP
6
0
100
0
0
4
0
66,6
0
2
0
33,3
Sumber Data primer diolah tahun 2009
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan dana operasional memperoleh skor 2 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong kategori sedang artinya bahwa dana yang sumber dari instansi lain (non pemerintah) sifatnya masih terbatas sehingga penyuluh hanya mengandalkan dana dari pemerintah saja hal ini bisa menyebabkan karena kurang partisipasi dari semua kelompok tani karena terbentur dengan dana yang ada. Kecukupan dana anggaran mencapai skor 2 sebanyak 4 orang 66,6% tergolong sedang, hal tersebut terjadi karena kurang sesuai dengan frekuensi kegiatan penyuluhan dan jarak lokasi sasaran.
Pada komponen Biaya Operasional Penyuluh (BOP) tergolong baik dengan skor 3 sebanyak 6 orang 100% hal ini karena penyuluh PNS secara rutin menerima BOP setiap tiga bulan sekali. Biaya Operasional Penyuluh tersebut bersumber dari APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan program penyuluhan. Kecukupan Biaya Operasional penyul (BOP) tergolong sedang dengan skor 2 sebanyak 4 orang 66,6% hal ini di sebabkan karena Biaya Operasional Penyuluh (BOP) yang tersedia tidak hanya digunakan untuk ke wilayah kerja saja tetapi untuk ke semua instansi yang berkaitan dengan penyuluh sehingga belum mencukupi.
Dalam penelitian ini di katehui bahwa penilaian petani terhadap pendanaan pendukung penyuluhan pertanian dapat di uraikan pada tabel sebagai berikut
Tabel. 24. Sebaran Responden Petani Terhadap Pendanaan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu Tahun 2009

No Jenis kegiatan Jumlah responden
Baik (3) Sedang (2) Kurang (1)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Dana anggaran opers.
a. Ketersediaan dana penyuluhan
b. Kecukupan dana
16

2
53,3

6,6
7

11
23,3

36,6
7

17
23,3

56,6
BOP
a. Penerimaan BOP
b. Kecukupan BOP
16
2
53,3
6,6
7
13
23,3
43,3
7
15
23,3
50
Sumber Data primer diolah tahun 2009

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa anggaran (dana) operasional untuk kegiatan penyuluhan pertanian meliputi ketersediaan dana penyuluhan, dan kecukupan dana. Ketersediaan dana penyuluhan memperoleh skor 3 sebanyak 16 orang 53,3% tergolong baik, hal ini responden menyatakan bahwa selalu tersedia dana yang memadai untuk penyuluhan sehingga menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien, di samping itu kecukupan dana tergolong kurang dengan skor 1 sebanyak 17 orang 56,6% hal ini di sebabkan karena kurang mencukupi dana operasional penyuluh.
Biaya Operasional Penyuluh mencapai skor 3 sebanyak 16 orang 53,3% dengan kategori baik, hal ini responden menyatakan selalu diterima biaya operasional penyuluh, denga kecukupan biaya operasional kurang mencukupi sehingga proses menyelenggarakan penyuluha pertanian kurang efektif hal ini disesuaikan dengan hasil penelitian dengan sebaran responden petani memperoleh skor 1 sebanyak 15 orang 50% tergolong kurang.














4.3.5. Kontribusi Unsur Kelembagaan, Ketenagaan, Mekanisme Kerja dan Fasilitas Pendukung Penyuluhan Pertanian Terhadap Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa aspek-aspek yang berkontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah kelembagaan penyuluhan pertanian, ketenagaan penyuluhan pertanian, mekanisme kerja penyuluhan pertanian dan fasilitas pendukung penyuluhan pertanian.
Untuk komponen kelembagaan berada dalam katagori baik karena sudah ada lembaga khusus yang menangani masalah penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu dan difungsikan dengan baik. Dalam menjalankan fungsi lembaga harus adanya penyuluh yang berkualitas, baik dalam pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman bekerja serta pengetahuan terhadapa tugas – tugas yang harus di jalankan sebagai penyuluh dalam menyelenggarakan penyuluhan pertanian. Komponen dalam ketenagaan yang berkontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian sudah maksimal, yaitu pada pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh penyuluh. Hal tersebut karena proses pelaksanaan pendidikan non formal terjadwal dan terprogram sehingga dalam pelaksanaannya rutin, sedangkan komponen ketenagaan yang sangat berkontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah pendidikan formal, pengalaman bekerja serta pelaksanaan tugas sebagai penyuluh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin luas pandangan dan pengetahuannya. Dengan luas pandangan dan pengetahuan maka pelaksanaan penyuluh akan semakin baik, begitu juga dengan lama bekerja sebagai penyuluh akan memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian karena lama bekerja sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Hal ini disebabkan semakin lamanya bekerja sebagai penyuluh maka semakin bertambah pengalaman sebagai penyuluh dalam melaksanakan tugas.
Dengan adanya ketenagaan penyuluh yang berkaitan, maka akan memberikan kontribusi yang baik dalam mekanisme kerja penyuluh pertanian, yaitu dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi. Mekanisme kerja penyuluh berada dalam katagori baik. Hal tersebut sudah tentu sangat berkontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian perlu adanya dukungan yaitu fasilitas pendukung seperti sarana, prasarana, dan pendanaan. Fasilitas seperti sarana dan prasarana masih kurang oleh penyuluh terutama dalam media penyuluhan, ketersediaan biaya trasportasi, perpustakaan dan kecukupan dana untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, Sehingga dalam hal fasilitas pendukung kurang memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penulisan ilmiah ini antara lain :
1. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kabupaten Dompu berada dalam katagori baik. ini dapat dilihat dari empat aspek yaitu kelembagaan, tenaga penyuluh, mekanisme kerja dan fasilitas pendukung penyuluhan pertanian yang dilaksanakan dengan optimal. Walau secara keseluruhan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dikatakan baik, namun masih ada beberapa komponen yang berada dalam katagori sedang yaitu pada komponen fasilitas pendukung meliputi dalam sarana dan pendanaan yang masih dirasakan kurang dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
2. Unsur – unsur pendukung yang sangat berkontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah unsur kelembagaan, ketenagaan, mekanisme kerja dan fasilitas pendukung penyuluhan pertanian. Sedangkan unsur yang kurang berkontribusi adalah fasilitas pendukung dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Hal ini di sebabkan karena masih rasakan kurang ketersediaan media penyuluhan, ketersediaan biaya transportasi dan kecukupan dana untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan. Sehingga dalam hal ini fasilitas pendukung kurang memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
5.2. Saran – Saran
Dari hasil pembahasan dan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran yang terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Banyak penyuluh mengikuti pendidikan non formal seperti pelatihan akan tetapi untuk memperluas pandangan dan pengetahuan kepada penyuluh agar bisa mengikuti pendidikan non formal seperti studi kasus, magang dan kursus.
2. Pemerintah harus menyediakan fasilitas pendukung seperti sarana, prasarana, dan pendanaan, sehingga dalam setiap pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut bisa berjalan dengan lancar dan efisien.
























DAFTAR PUSTAKA


Balai Informasi Pertanian NTB, 1991. Majalah Informasi Pertanian BIP NTB. NTB.

Departemen Pertanian, 1999. Buku Pedoman Juknis dan Juklak Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. Dinas pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan UPTD-BIPP. Lombok Barat.

Departemen Pertanian, 2002. Kebijakan Nasional Penyelenggaraan Penyuluhan. Badan Pembangunan Sumberdaya Manusia Petani.

Departemen Pertanian, 2003. Program Nasional Pengembangan Penyuluhan Pertanian. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian.

Departemen Pertanian, 2007. Kebijakan Nasional Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian, Jakarta.

Ekstensia, 1996. Babak Baru Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian, Jakarta.
Ekstensia, 1997. Sistem Kerja Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian, Jakarta.

Hadi dkk, 1998. Laporan Penelitian Penyuluhan Oleh Perguruan Tinggi Dalam Uji Coba. Fakultas Pertanian Universitas Mataram

Kartasapoetra, 1998. Teknologi Penyuluhan Pertanian. PT. Aksara. Jakarta.

Kelsey dan Hearne, 1995. Falsafah dan Prinsip Penyuluhan Pertanian. Buku Kerja Penyuluhan Pertanian. Jakarta.

Mardikanto. T, 1993. Penyuluhan Pertanian Usaha Nasional.Surabaya

Naskah Akademik, 2005. Sistem Penyuluhan Pertanian. Dewan Perwakilan Rakyat. Republik Indonesia. 8 mei 2007.

Permalink,2007. Bahan Mengajar Model Penyuluhan di Indonesia. Yakarta

Samsudin,U, 1982. Dasar – dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bina Cipta. Bandung.

Singarimbun. M dan Sofyan Efendi, 1991. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Suhardiyono, L, 1986. Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Erlangga. Jakarta

Surakhman,W., 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung.

Vademekum, 1986. Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan. Direktoral Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Direktoral Jenderal Penyuluhan Tanaman Pangan

Wiriaatmadja, soekandar, M.A, 1986. Pokok – Pokok Penyuluhan Pertanian. C.V. Yasaguna. Jakarta.

Yustina. Ida, 2003. Perencanaan Program Penyuluhan. Bagian Administrasi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesahatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar